sweet29november

Masih mengenai kesuraman yang sedang melanda hatiku. Ya, aku sadar bahwa suram atau kusebut the’dim’ dalan posting sebelumnya yang kurasakan terjadi dalam hatiku. Kesuraman yang kurasakan ini, hamper tidak mempengaruhi mood ku. Tetap berpengaruh tetapi hanya dalam skala minor. Kesuraman yang kurasa tidak menjadikanku enggan bertemu dengan orang-orang, terlibat percakapan dengan mereka, menghabiskan hari dengan mereka, maupun bercengkrama dengan mereka. Kesuraman yang kurasa tidak menjadikanku enggan melakukan rutinitasku.

Patut dipertanyakan lagi sebenarnya apakah awal mula terjadinya kesuramanku itu? Memang beberapa hari yang lalu aku melihat jejak maya yang ditinggalkan seseorang yang membuat hatiku penuh Tanya dan penuh selidik mengenai kebenaran yang terjadi dibalik jejak yang ditinggakannya. Memang hal ini tak bisa disangkal memberi pengaruh cukup besar menambah kesuramanku. Namun kesuramanku telah terjadi jauh sebelum ku melihat jejak maya itu. Lantas apakah yang menjadi penyebab kesuramanku itu. Aku masih mengatasnamakan jejak maya itu sebagai penyebab kesuramanku. Aku menganggap kesuramanku sebelum kumelihat jejak itu adalah firasat yang tanpa sadar kurasakan dan menjadi pertanda bahwa akan terjadi sesuatu yang membuatku merasa ketidaknyamanan.

Sekarang aku mau mengkaji seberapa penting jejak maya itu sehingga membuatku meneteskan air mata dan membuat hatiku bertambah gelap. Jejak maya itu hanya sebentar tertangkap lensa mataku sesaat setelah jejak itu dijejakkan. Diriku pun segera berlari menghampiri jejak itu untuk melihat jejak apakah yang telah digoreskan. Namun sepertinya sang pemilik jejak tidak menginginkan ada penyelidik-penyelidik penuh tanya yang menghampiri jejak tersebut. Dengan segera sang pemilik pun menghapuskan jejak yang telah digoreskannya serta membungkam penyelidik-penyelidik usil yang telah masuk terlalu dekat dengan jejak yang ia tinggalkan. Dan jejak itupun kembali menjadi jejak maya tanpa bentuk.

Entah mengapa jejak maya ini begitu mempengaruhi kesuramanku. Apakah sang pemilik jejak telah menjelma menjadi sosok penting dalam hatiku? Sepertinya jawaban yang bisa kuberikan adalah aku telah menggantungkan harapanku kepada sang pemilik jejak untuk mengantarku menuju sebuah tempat yang lebih indah. Dan tanpa sadar aku mulai mengikuti petunjuk dan jejak-jejak yang ia tinggalkan tanpa sepengetahuannya dan tanpa seijinnya. Dan ketika pada satu saat yang kutemukan adalah sisa jejak atau hanyalah berupa jejak maya, ku mulai merasa kehilangan petunjuk ke arah mana ia melanjutkan langkahnya.

Kehilangan itulah awal dari kesuramanku. Aku harus merasakan kehilangan lagi. Sebelum ini aku telah merasakan kehilangan peta yang dapat menunjukkanku jalan mana yang dapat kutempuh untuh menuju tempat yang lebih indah. Dan dalam masa kehilangan tersebut aku berharap pada sosok indah sang pemilik jejak untuk mengantarku ke sebuah tempat yang lebih indah. Namun aku hanya diam tanpa meminta. Ku hanya mengekornya dalam hening dan penuh sembunyi. Dia tak bisa disalahkan karena telah menghapus jejaknya, sedang ia tak tahu bahwa jejaknya digantungkan sebuah harapan.

Dalam posting sebelumnya ku berujar “I refuse to feel the loss”. Namun kini aku sadar bahwa dalam hidup kita harus siap menerima segala kehilangan. Yang harus dipikirkan lebih lanjut adalah bagaimana menghadapi kehilangan yang dialami sehingga tidak menjadi keterpurukan.

Caraku adalah dengan membiarkan hati ini merasa, akan kunikmati kesuraman yang sedang kurasakan dan suatu saat hatiku akan jenuh dengan kesuraman itu dan melangkah mendekati cahaya. Ku tidak akan memaksa hatiku melangkah dalam kesuraman karena mungkin akan membuatnya semakin jauh dari terang.

Kehilangan yang kurasakan akan kuanggap sebagai batas. Seperti cermin yang yang membatasi aku dan bayangan. Namun sekaligus menjadi penghubungku dengan bayangan. Seseorang pernah berusaha menabrakan dirinya dengan cermin dengan harapan menghilangkan batas antara dirinya dan bayangannya dan menjadikannya lebih dekat dengan bayangannya. Namun yang terjadi adalah cermin itu pecah sehingga tak ada lagi penghubung antara dirinya dan bayangannya dalam cermin. Batas yang membuat jarak namun berperan sebagai penghubung. (fahd djibran's blog).

The remnants have been broken again…I loss it again

25 Jan 2009

0 Responses

Posting Komentar