sweet29november


Genduk telah menjadi motor kesayanganku sejak tahun terkhirku di Jogja, Vario generasi pertama dengan no Polisi B *308 N*B, saat Agnez sang Icon produk ini baru beberapa saat mejeng di layar kaca mengucapkan slogan “I’m Vario”. Genduk telah menemaniku bahkan sejak sebelum aku mampu mengendarainya dengan baik ;)

Genduk harus bepergian naik kereta dahulu sebelum menjadi teman setiaku, Jakarta-Klaten ditempuh Genduk dalam waktu semalaman. Sebelum Genduk datang, aku berlatih mengendarai sepeda motor bebek kepunyaan masku. Latihanku tak kunjung berhasil krn kebranianku untuk mengendarai sendiri tak kunjung timbul. Aku hanya berani berlatih bila masku, setia “membonceng” dan menjagaku di belakangku, hehe. (jadi inget, aku diomelin terus sama mas’e).

Ketika genduk sudah datang aku dipaksa mengendarai genduk sendirian, maka tiap sore akhir pekan (ga tiap minggu juga sih), aku bersama genduk beserta masku dengan motornya berpesiar di persawahan di daerah klaten. Tak jarang masku menggodaku yang “tak becus” mengendarai genduk. Tak jarang aku ditinggal ‘ngebut’ olehnya karena aku hanya berani mengendarai genduk + 20 km/j. ketika berlatih itulah sesekali atau dua kali (hehe) aku membiarkan genduk terjatuh, karena aku merasa sudah tak bisa lagi mengontrolnya.

Pernah ada kejadian konyol menyangkut latihanku bersama Genduk. Kala itu aku sedang menuntun Genduk untuk berputar arah, namun aku tidak mematikan mesinnya. Tanpa sengaja, tangan kananku memutar gasnya, alhasil aku harus sekuat tenaga berlari mengejar genduk, sebelum akhirnya Genduk terjatuh, tsk tsk, Gendukku sayang Gendukku malang (jadi yang konyol siapa sih, hehe!)

Ketika keberanianku sudah cukup besar, aku memberanikan diri membawa genduk ke Jogja. Keputusanku itu sempat membuat mbahku cemas dan tidak mengijinkanku, namun dengan membawa rekomendasi dari pelatihku (luv u muach, ya mas) Beliau akhirnya membiarkanku membawa Genduk ke Jogja. Dan sejak itulah, perjalanan Jogja-Klaten telah menjadi perjalanan rutinku bersama Genduk.

Tiap pagi, genduk selalu setia mengantarku ke kampus. Siang hari, Genduk kuajak menemaniku dan teman2ku berwisata kuliner mengisi perut kami yang keroncongan.
Genduk telah menjelajah luas daerah Jogja (walaupun seringkali aku hanya berada di belakang dan membiarkan temanku yang mengendarai si Genduk, hehe). Pedesaan Kulon Progo, daerah Pantai Parangtritis, Depok dan beberapa pantai di KP pernah dikunjungi Genduk. Tak jarang Genduk kuajak berpesiar keliling Jogja sampai jauh malam, hehe (ya gak mungkin aku sendirian lah, lha wong aku buta arah).

Kecelakaan pertamaku (semoga menjadi yang terakhir) terjadi pada 10 April 2008. Sepulangnya dari tugasku di Rumah Sakit Umum Pusat Suradji Tirtonegoro, Klaten
Aku langsung menuju rumah mbahku tersayang. Di suatu jalan di daerah Ketandan, aku dan genduk melaju dengan kecepatan 50 km/jam (pelan kan yah). Aku dan genduk merapat di belakang sebuah mobil yg berjalan lambat. Aku berniat menyalib si mobil, namun sedang menanti waktu yang tepat. Ternyata…ternyata ada lubang besar di tengah jalan itu, karena penglihatanku terhalang mobil (lha lubangnya kan di kolong mobil) aku tak bisa menghindar dari lubang itu, dan ….Gubrak… terjatuhlah aku di tengah jalan. Aku sendiri tak bisa mengingat bagaimana aku terjatuh, dalam posisi bagaimana, dan detil2 kejadiannya. Kata para saksi sih, sempet ada kejadian jungkir balik segala, kaya di film-film kata mereka (lebay ga yah?!) Warga yang menyaksikan kejadian itu segera menolongku dan mengamankanku di sebuah bengkel tempat mencuci mobil. Di dalam bengkel itu hal pertama yang kusadarai adalah rasa panas di betisku, aku sudah yakin bahwa aka nada bekas knalpot di betisku. Aku langsung meminta air untuk membasahi luka baker di betisku, hix hix (wahai my future husband, maafkan aku ya ga bisa menjaga kemulusan kakiku, akankah bekas itu hilang seiring berjalannya waktu, hix hix). Berikutnya aku langsung mencari cermin, dan memeriksa luka2 di wajahku karena helmku terlepas dari kepalaku (bapak2 penolongku pasti pada heran “lho kok yg dicari malah cermin?”)

Ketika oom ku datang, aku langsung diantar ke rumah sakit terdekat (dan ternyata yg terdekat adalah RUMAH SAKIT BERSALIN). Huff aku bete sama pelayanan kegawatdaruratan yang diberikan rumah sakit itu! Alhasil ketika mereka sibuk membersihkan luka luarku, aku malah asyik bertelpon ria dan mengadu pada teman Indiaku, shirin (apa kabar shirin yah?)

Aku mengalami luka bakar grade II, cidera kepala, keretakan pada tulang sacrum no.3, serta luka2 ringan di sekujur tubuh. Luka Genduk pun tak kalah heboh dariku. Lampu kanan depan dan kaca spion Genduk pecah berkeping-keping (hix, Genduk buta sebelah!) rem kanan Genduk bengkok, serta lecet2 di sekujur tubuh Si Genduk. Genduk harus dirawat di bengkel selama seminggu. Kecelakaan itu sempat membuatku sangat trauma melihat lubang di jalan. Aku bisa menangis bila melihat ada lubang di jalan.

Aku dan Genduk kembali bersama berpesiar keliling Jogja, tak ada kata kapok bagiku berpesiar bersama si Genduk. Kecelakaan itu juga jadi hikmah buatku, karena saat kecelakaan terjadi aku lupa berdzikir sepanjang jalan (padahal di tiap rutinitasku mengendarai Genduk, aku mengucap Nama NYA, memohon perlindungan sepanjang perjalanan).

Sejak kecelakaan itu, rasa sayangku bertambah besar pada Genduk. Aku rajin mengajak Genduk “nyalon” tiap bulan walaupun pertambahan kilometer si Genduk belum mencapai 2000 km per bulannya. Banyak orang bilang aku berlebihan karena terlalu sering membawa Genduk ke bengkel untuk diservis dan diganti olinya. Taaaapiii kan aku sayang Genduk! Klo aku bisa “nyalon” sebulan 1-2 kali, kenapa Genduk ga?! Hehe

Gendukku sayang, Gendukku malang
Dear Genduk, siap-siap yah! Next destination is Situ Gintung (tenang, bukan aku kok yang nyetir kamu, kikikkikik)
Label: edit post
3 Responses
  1. pojan Says:

    kenapa namanya genduk?? gigi anduk??


  2. kamu tuh! dudul!
    kan kuanggap anakku, hehe! abis uda pingin punya anak, tp lum nemu bapanya, hehe (serem amat sih omonganku) piss piss


  3. ps : genduk = anak cewe (bhs jawa)


Posting Komentar